A. Definisi Etika dan
Bisnis
Etika berasal dari
bahasa Yunani “ethos” artinya “custom” atau kebiasaan/adat, akhlak,
watak, perasaan, sikap, cara berfikir yang berkaitan dengan tindakan atau
tingkah laku manusia. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) etika
adalah “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Etika berbeda dengan
etiket. Jika etika berkaitan dengan moral, etiket hanya bersentuhan dengan
urusan sopan santun. Belajar etiket berarti belajar bagaimana bertindak dalam
cara-cara yang sopan; sebaliknya belajar etika berarti belajar bagaimana
bertindak baik ( Fr. Yohanes Agus Setyono CM).
Bisnis adalah
suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba.
Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business,
dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam
konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang
mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Etika bisnis
merupakan sesuatu yang berlaku secara universal, artinya esensi etika bisnis
berlaku di mana saja, kapan saja, dan siapa saja tanpa memandang jabatan, ras,
pendidikan, dan agama.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang
baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan
pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai
pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang
luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis,
yaitu :
· Utilitarian
Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh
karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
· Individual
Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki
hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut
harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan
hak orang lain.
· Justice
Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara
perseorangan ataupun secara kelompok.
B. Etiket,
Moral, Hukum dan Agama
Etiket berasal dari kata Perancis etiquette yang diturunkan dari kata
Perancis estiquette (= label tiket ; estiqu [ I ] er = melekat) menyangkut cara
suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Diantara beberapa cara yang mungkin,
etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya cara yang diharapkan serta
ditentukan dalam suatu kalangan tertentu. Bersifat relatif artinya yang dianggap
tidak sopan dalam suatu kebudayaan, bisa saja diangap sopan dalam kebudayaan
lain. memadang manusia dari segi lahiriah saja. Etika menyangkut manusia
dari segi dalam.
Moral berasal dari kata latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “Mores”
yang berarti adat atau cara hidup. Moralitas (dari kata sifat latin moralis)
mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral. Hanya ada nada lebih
abstrak. Kita berbicara tentang moralitas suatu perbuatan artinya segi moral
suatu perbuatan atau baik buruknya,. Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Hukum bersifat obyektif karena hukum dituliskan dan disusun dalam kitab
undang-undang. Maka hukum lebih memiliki kepastian yang lebih besar. Hanya
membatasi ruang lingkupnya pada tingkah laku lahiriah manusia saja. Sanksi
hukum bisanya dapat dipakasakan. Hukum pada dasarnya didasarkan pada
kehendak masyarakat.
Agama [Sanskerta, a = tidak; gama = kacau] artinya tidak kacau; atau
adanya keteraturan dan peraturan untuk mencapai arah atau tujuan tertentu.
Religio [dari religere, Latin] artinya mengembalikan ikatan, memperhatikan
dengan saksama; jadi agama adalah tindakan manusia untuk mengembalikan ikatan
atau memulihkan hubungannya dengan Ilahi.
Menurut buku yang berjudul “Hukum dan Etika Bisnis” karangan Dr. H. Budi
Untung, S.H., M.M, etika dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Etika
Deskriptif
Etika deskriptif yaitu etika di mana objek yang
dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuan hidupnya
sebagaimana adanya. Nilai dan pola perilaku manusia sebagaimana adanya ini
tercemin pada situasi dan kondisi yang telah membudaya di masyarakat secara
turun-temurun.
2. Etika
Normatif
Etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia
atau massyarakat sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara
umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta kondisi
masyarakat. Adanya tuntutan yang menjadi avuan bagi masyarakat umum atau semua
pihak dalam menjalankan kehidupannya.
3. Etika
Deontologi
Etika deontologi yaitu etika yang dilaksanakan
dengan dorongan oleh kewajiban untuk berbuat baik terhadap orang atau pihak
lain dari pelaku kehidupan. Bukan hanya dilihat dari akibat dan tujuan yang
ditimbulakan oleh sesuatu kegiatan atau aktivitas, tetapi dari sesuatu
aktivitas yang dilaksanakan karena ingin berbuat kebaikan terhadap masyarakat
atau pihak lain.
4. Etika
Teleologi
Etika Teleologi adalah etika yang diukur dari apa
tujuan yang dicapai oleh para pelaku kegiatan. Aktivitas akan dinilai baik jika
bertujuan baik. Artinya sesuatu yang dicapai adalah sesuatu yang baik dan
mempunyai akibat yang baik. Baik ditinjau dari kepentingan pihak yang terkait,
maupun dilihat dari kepentingan semua pihak. Dalam etika ini dikelompollan
menjadi dua macam yaitu :
a. Egoisme
b. Utilitarianisme
5. Etika
Relatifisme
Etika relatifisme adalah etika yang dipergunakan di
mana mengandung perbedaan kepentingan antara kelompok pasrial dan kelompok
universal atau global. Etika ini hanya berlaku bagi kelompok passrial, misalnya
etika yang sesuai dengan adat istiadat lokal, regional dan konvensi, sifat dan
lain-lain. Dengan demikian tidak berlaku bagi semua pihak atau masyarakat yang
bersifat global.
C. Klasifikasi
Etika
Meta-etika sebagai suatu jalan menuju konsepsi atas
benar atau tidaknya suatu tindakan atau peristiwa. Dalam meta-etika, tindakan
atau peristiwa yang dibahas dipelajari berdasarkan hal itu sendiri dan dampak
yang dibuatnya. Sebagai contoh,"Seorang anak menendang bola hingga kaca
jendela pecah." Secara meta-etis, baik-buruknya tindakan tersebut harus
dilihat menurut sudut pandang yang netral. Pertama, dari sudut pandang si anak,
bukanlah suatu kesalahan apabila ia menendang bola ketika sedang bermain,
karena memang dunianya(dunia anak-anak) memang salah satunya adalah bermain,
apalagi ia tidak sengaja melakukannya. Akan tetapi kalau dilihat dari pihak
pemilik jendela, tentu ia akan mendefinisikan hal ini sebagai kesalahan yang
telah dibuat oleh si anak. Si pemilik jendela berasumsi demikian karena ia
merasa dirinya telah dirugikan.
Bagaimanapun juga hal-hal seperti ini tidak akan
pernah menemui kejelasannya hingga salah satu pihak terpaksa kalah atau mungkin
masalah menjadi berlarut-larut. Mungkin juga kedua pihak dapat saling memberi
maklum.Menyikapi persoalan-persoalan yang semacam inilah, maka meta-etika
dijadikan bekal awal dalam mempertimbangkan suatu masalah, sebelum penetapan
hasil pertimbangan dibuat.
·
Etika Normatif
Etika normatif merupakan cabang etika yang
penyelidikannya terkait dengan pertimbangan-pertimbangan tentang bagaimana
seharusnya seseorang bertindak secara etis. Dengan kata lain, etika normatif
adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis. Di samping itu, etika
normatif berhubungan dengan pertimbangan-pertimbangan tentang apa saja
kriteria-kriteria yang harus dijalankan agar sautu tindakan atau kepusan itu
menjadi baik (Kagan, 1997, 2).
Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika,
misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan
lain-lain. Suatu teori etika dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu
kriteria tertentu tentang bagaimana sesorang harus bertindak dalam
situasi-situasi etis (Williams, 2006, 72). Dalam pengajukan kriteria norma
tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif
mengandung makna seperti "Fulan seharusnya melakukan X" atau
"Fulan seharusnya tidak melakukan X". Harus dipahami bahwa
setiap teori etika didasarkan pada sebuah kriteria tertentu tentang apa yang
etis untuk dilakukan. Kriteria ini disusun berdasarkan prioritas, di mana dari
kriteria umum bisa diturunkan menjadi prinsip-prinsip etis yang lebih konkret.
Dengan begitu, suatu tindakan dapat disebut etis jika ada kondisi-kondisi
tertentu yang memenuhi prinsip-prinsip etis yang diturunkan dari kriteria umum
dalam sebuah teori etika normatif tersebut.
Misalnya pada teori etika utilitarian, kriteria umum
itu adalah suatu tindakan dianggap benar atau baik jika menghasilkan utilitas
paling besar bagi semua orang yang terpengaruh oleh tindakan atau keputusan
tersebut, termasuk orang yang melakukan tindakan. Lain halnya dengan teori
etika deontologis Kant yang punya kriteria umum sebagai berikut:
"Bertindaklah seolah-olah maksim tindakan Anda melalui keinginan Anda
sendiri dapat menjadi sebuah Hukum Alam yang Universal" (Tännsjö, 2008,
56-58).
·
Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori
etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain
privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan
lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis
dan etika lingkungan. Secara umum ada dua fitur yang diperlukan supaya sebuah
permasalahan dapat dianggap sebagai masalah etika terapan.
Pertama, permasalahan tersebut harus kontroversial
dalam arti bahwa ada kelompok-kelompok yang saling berhadapan terkait dengan
permasalahan moral. Masalah pembunuhan, misalnya tidak menjadi masalah etika
terapan karena semua orang setuju bahwa praktik tersebut memang dinilai tidak
bermoral. Sebaliknya, isu kontrol senjata akan menjadi masalah etika terapan
karena ada kelompok yang mendukung dan kelompok yang menolak terhadap isu
kontrol senjata.
Kedua, sebuah permasalahan menjadi permasalahan etika
terapan ketika hal itu punya dimensi dilema etis. Meskipun ada masalah yang
kontroversial dan memiliki dampak penting terhadap masyarakat, hal itu belum
tentu menjadi permasalahan etika terapan. Kebanyakan masalah yang kontroversial
di masyarakat adalah masalah kebijakan sosial. Tujuan dari kebijakan sosial
adalah untuk membantu suatu masyarakat tertentu berjalan secara efisien yang
dilegitimasinya disandarkan pada konvensi tertentu, seperti undang-undang,
peraturan-peraturan dan lain-lain (Debashis, 2007, 28-30).
Berbeda dengan permasalahan etis yang lebih bersifat
universal, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, dan tidak terbatas pada
suatu masyarakat tertentu saja. Seringkali memang isu-isu kebijakan sosial
tumpang tindih dengan isu-isu moralitas. Namun, dua kelompok isu tersebut bisa
dibedakan dengan mengunakan kedua pendekatan yang dilakukan di atas.
Dengan begitu bisa dimengerti bahwa istilah etika terapan digunakan untuk
menggambarkan upaya untuk menggunakan metode filosofis mengidentifikasi apa
saja yang benar secara moral terkait dengan tindakan dalam berbagai bidang
kehidupan manusia. Misalnya, bioetika yang berhubungan dengan mengidentifikasi
pendekatan yang benar untuk persoalan-persoalan seperti euthanasia, penggunaan
embrio manusia dalam penelitian dan lain-lain.
·
Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa
yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu, etika
deskriptif bukan sebuah etika yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat
tetapi merupakan sebuah bentuk studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku
individual atau kelompok. Tidak heran jika etika deskriptif juga dikenal
sebagai sebuah etika komparatif yang membandingkan antara apa yang dianggap
etis oleh satu individu atau masyarakat dengan individu atau masyarakat yang
lain serta perbandingan antara etika di masa lalu dengan masa sekarang. Tujuan
dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh
seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis
yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000,
3). Penyelidikan etika deskriptif juga melibatkan tentang apa yang dianggap
oleh seseorang atau masyarakat sebagai sesuatu yang ideal. Artinya, kajian ini
melihat apa yang bernilai etis dalam diri seseorang atau masyarakat merupakan
bagian dari suatu kultur yang diwariskan dari satu generasi ke generasi yang
lain. Akan tetapi, etika deskriptif juga memberikan gambaran tentang mengapa
satu prinsip etika bisa ditinggalkan oleh genarasi berikutnya. Oleh karena
itu, etika deskriptif melibatkan stud-studi empris seperti psikologi, sosiologi
dan antropologi untuk memberikan suatu gambaran utuh. Di sini antropologi dan
sosiologi mampu memberikan segala macam informasi mengenai bagaimana masyarakat
di masa lalu dan sekarang menciptakan standar moral dan bagaimana masyarakat
itu ingin orang bertindak. Sedang, psikologi bisa melakukan sebuah studi
tentang bagaimana seseorang punya kesadaran tentang apa itu baik dan buruk serta
bagaimana seseorang membuat keputusan moral dalam situas nyata dan situasi
hipotetis (Kitchener, 2000, 3). Akan tetapi, etika deskriptif bisa
digunakan dalam argumentasi filosofis terkait dengan masalah etis tertentu.
Observasi yang dilakukan oleh ilmu-ilmu empiris dalam etika deskripsi
seringkali menjadi argumen untuk relativisme etis. Beragamnya fenomena dan
perilaku etis di antarbudaya memberikan pemahaman bahwa apa yang baik dan buruk
tidaklah absolut, tetapi relatif. Dalam konteks ini, moralitas dianggap relatif
pada tingkat antarbudaya. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa moralitas
merupakan sebuah konstruksi sosial sehingga sangat tergantung kepada subjek
etis dalan lingkungannya.
Ringkasnya, etika deskriptif mempertanyakan dua
hal berikut:
Apa yang seseorang atau masyarakat klaim sebagai
"baik"?
Bagaimana orang bertindak secara nyata ketika
berhadapan dengan masalah-masalah etis?
D. KONSEP
ETIKA
Pengertian
Etika
Etika
adalah suatu cabang filsafat yang membicarakan tentang perilaku manusia. Atau
dengan kata lain, cabang filsafat yang mempelajari tentang baik dan buruk. Untuk
menyebut etika, biasanya ditemukan banyak istilah lain : moral, norma dan
etiket. Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah,
istilah “etika” pun bersal dari Yunani kuno. Kata Yunani ethos merupakan bentuk
tunggal yang bisa memiliki banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang
rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap dan cara
berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha yang berarti: adat kebiasaan. Dan arti
terakhir inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” dalam
filsafat. Dalam sejarahnya, Aristoteles (384-322 SM) sudah menggunakan istilah
ini yang dirujuk kepada filsafat moral.
Istilah lainya yang memiliki konotasi makna dengan
etika adalah moral. Kata moral dalam bahasa Indonesia berasal dari kata
bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai
sinonim; mos, moris, manner mores, atau manners, morals. Kata moral berarti akhlak
atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib
hatinurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral
ini dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika.
Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik
buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya.
Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh
suatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip
yang dikembangkan di pelbagai wacana etika. Akhir-akhir ini istilah etika mulai
digunakan secara bergantian dengan filsafat moral sebab dalam banyak hal,
filsafat moral juga mengkaji secara cermat prinsip-prinsip etika.
No comments:
Post a Comment